Akankah Ini
Menjadi Biasa
Untuk yang kesekian kalinya kau buat
kebekuan yang nyata
Diam seperti malam diantara sisa hujan
Di sela bau tanah dan desah lirih angin di
sisi malam
Namun tetap ini adalah buluh kerinduan
Kerinduan sebuah penantian
Penantian bulir-bulir embun yang mengeras
Bulir-bulir embun yang biaskan dingin
diantara kesendirian
Aku termenung dalam rindu
Seperti pungguk di bias bulan sepasi
Merindu tanpa batas yang bertepi
Bertepi pada muara gemercik air
Lalu akankah ini menjadi nyata??
Jika asa selalu kau buang dengan bias
pendar kelabu
Dan mata ini nanar untuk melihat
Melihat ketakutan akan kesunyian
Kesunyian yang terlahir dalam diam,,
Ya dalam diam dan kaupun diam
Diam dalam batas pandang yang tak mungkin
bisa di raih
Karena merpati ini t’lah lepas bersama
kepak sayapnya
Pada sangkar yang mungkin bahagia...
Dan aku hanya bisa menatap tanpa bisa
menyentuh
Karena jemari ini t’lah rapuh untuk
menyentuhmu
Inilah selaksa puisi untuk rinduku padamu
Rindu pada bagian yang tak pernah di mengerti
Rindu pada sesuatu yang tak pernah pasti
terjawab
Dan sepasang korneamu hanyutkan aku dalam
keraguan dan kebimbangan
Kau patrikan aku rasa ragu
Kau rekatkan kesakitan dan kegamangan dalam
langkah ini
Lalu luka ini membaal dan mulai tak berasa
Benar-benar tak berasa
Jadi akankah seutas helai nyiur menutupi
dari terik matahari
Jika helai dedaunan itu mulai mengering
Maka ketika ini menjadi biasa
Semua kan hambar dan menjadi tanpa makna
Dan aku akan tetap DIAM
Pergilah saat aku masih menyadarinya
(dalam titik jenuh, tangerang 08/12/14)_
Toto Cy