Tiada yang istimewa dari syair ini, namun inilah senjata yang penyair miliki untuk melawan perang dalam kegelisahan
Selasa, 06 Desember 2011
Kandas
Lembayung masih memerah
Mega- mega masih berarak beriringan
Namun angin tak bersuara, senja tak bersuara...
Hanya gemuruh hati dari tarikan nafas yang kandas
Yang terus berpacu dengan sesaknya gagal ini...
Auramu memaksaku berlari menjauh,
walau aku tetap terdesak pada tebing pesonamu
Kau paksa aku pada pilihan yang kesemuanya membuatku terenggut
Lalu terjatuh dalam bimbang dan ragu,.. bahkan remuk menjadi kepingan yang tak utuh
Senyum yang kau miliki bukan untukku
Kau tak pernah menjadikan perasaanku sebagai bingakai untuk menjaga hatimu dalam diorama cinta
Harusnya aku menyadari dari awal
Sehingga takku kayuh perahu ini agar dekat denganmu
Aku gagal dalam mencintaimu
Aku tlah mati dalam rasa ketika harus kututup mataku
Untuk sekedar menyaksikan anggukanmu
Nis... akulah lelaki yang selalu berkawan dengan berjuta do'a
Ketika bibir ini tak mampu ucapkan untaian cinta untukmu
Tetapi di sini juga, harus kuhentikan penantian ini
Untuk Menjadikanmu Teman dalam taman berenda kasih
Aku harus pasrah, dan kubiarkan kesakitan ini seperti bekas sembilu
Namun yakinlah, meski aku tak pernah ada di hatimu
Kamu akan menjadi kupu-kupu dalam kembang perasaanku
dan kan tetap ada bidang kosong dalam hatiku untukmu..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar