Tiada yang istimewa dari syair ini, namun inilah senjata yang penyair miliki untuk melawan perang dalam kegelisahan
Selasa, 16 Oktober 2018
Pemujamu dalam diam
Malam menghantar kebisuan
Namun rintik air hujan adalah berjuta tentang bayangmu
Kau mentertawakanku saat kubawakan seutas lilin
Dan angin meniup landai
Tangan ini terbakar saat berusaha mempertahankan
Aku apatis,
gejolak hati ini adalah kemarahan yang mengelegar
Aku benci akan kerinduan ini
Luluh lantak sudah istana pasir yang kubangun
Kau tlah menjadi badai dalam kegelisahan
Sirnakan apa yang menjadi cita-cita
Ah, aku lena dalam asmara
Pesonamu menjadi istana atas angin
Dan aku terpuruk dibalik tebing pesonamu
Ingin ku benci rindu ini
Tapi ku terus mendekap
Aku berteman bayang
Namun bibirku terkatup dalam gamang
Ingin ku pegang ujung gaunmu
Agar jumput debu tak mengotorinya
Tapi aku hilang dalam balik bayang
Bukankah aku hanya sebuah waktu yang tak bermakna
Kaulah risalat yang menjadi teman dalam setiap doa-doa
Kaulah risalat yang menjadikan satu dua kata menjadi syair yang tertata
Kaulah chord yang menjadikan desir angin menjadi sebuah nada
Dan kaulah risalat yang menjadikan aku pemuja dalam diam
Tangerang 11:11 (masih sama 18/01/18)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar