Selasa, 16 Oktober 2018

Tak pernah pudar





Aku yang masih bersama angin
Melukiskan malam dengan wajah tirus yang sempat singgah diantara rindu
Rindu ? ya, mungkin aku lupa akan kerinduan dari ekor matamu 
Kerinduan yang mengartikan rasa terlarang, namun aku terus hanyut didalamnya
Aku tak pernah mampu berlari dari bias kornea yang menusuk kalbu ini
Kau menjadi cambuk renjana yang menyisakan gurat perih saat ku tersadar
Inilah selaksa rindu yang membuat terapung berkepanjangan
Kala realita menggurat nyata, ‘kau takan termiliki’
Ada dusta jiwa yang membuat lumpuh logika
Dan aku terus menanam rasa, sampai lena menjadi lencana
Lalu ku tenggelam dalam awal nestapa
Sekian waktu yang tak terhitung, aku terus dalam buai tatapan yang seakan kemarin lusa
Tatapan yang terus hanyutkan rasa ketika aku tak ingin tenggelam
Dan aku makin terpuruk

Aku yang masih bersama angin
Ujung dagumu masih membekas dalam rindu yang belum sirna
Aroma tubuhmu masih bercerita saat kau jatuh dalam pangkuan
Kau masih menjadi candu dalam rindu yang lekang dalam waktu
Aku ingin pergi, agar kau tahu bahwa aku terbeban rindu
Asmara ini tak bisa membuat permadani saat ku ingin kau menjadi permaisuri
Dan aku tak sanggup mencengkram jemari yang terhiasi janji suci
Hingga ku pupus  dalam asa

Aku yang masih bersama angin
Membelai legam rambutmu
Menatap ketulusan korneamu
Tirus wajahmu tertunduk, hilang dalam pelukan
Ya amor, rupanya singgah mimpi di bathin sepi
Ku gadang asmara dalam rangkulan, kau pupus dalam genggaman
Dan sungguh ku masih merindu

Tangerang , minggu 10/12/17 (dalam kerinduan 360)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar