Tiada yang istimewa dari syair ini, namun inilah senjata yang penyair miliki untuk melawan perang dalam kegelisahan
Selasa, 16 Oktober 2018
Masih tentang malam
Ah, malam ini awan tak mengantar hujan
Hanya angin yang berhembus menjadikan dedaunan bergoyang
Bukankah aku merindukan sketsa wahamu yang senantiasa menjadikan hujan kerinduan?
Bukan merindukan hujan untuk melihat wajahmu didalamnya
Ya Tuhan,
Rasa apa yang membucah di Atma ini
Bukankah ombak akan menghanyutkan istana pasir yang berdiri di depannya?
Begitupun rindu ini, bukankah harus sirna karena terlarang di dalamnya?
Lalu, kenapa ini tumbuh dan menjadikan lena dalam sunyi malam kali ini?
Akulah safana di malam buta
Tiadalah kau bisa pulang dalam remang lentera
Aku mematri rindu dari sketsa wajahmu
Laksana bintang menemani malam, dan sinar bulan yang membuatnya tiada
dan aku terasing dalam pusaran awan
kau adalah pembuat kerinduan
bahkan auramu adalah baid-baid doa dalam diamku
namun entah do’a apa yang meski terlantunkan
kala kusadari ‘ini terlarang ‘
tangerang, jumat 00:39 (Hampa 12/01/18)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar