Tiada yang istimewa dari syair ini, namun inilah senjata yang penyair miliki untuk melawan perang dalam kegelisahan
Selasa, 16 Oktober 2018
Sanggupkah?
Kemarin saat kita bersama dalam satu waktu
Kau bisikan kerinduan yang tak pernah mampu kau lukis
Gemuruh membuncah di dada kiriku
Sementara malam menghantar diam
Aku terperangkap dalam pusaran gairah muda yang tak lagi muda
Korneamu bangkitkan aku dalam keinginan seutuhnya
Walau ku tahu kemuliaan telah melingkar dalam lentik jemarimu
Remang cahaya menghantar atma saat logika tak lagi bekerja
Tirus pipimu berhiaskan dagu nan indah telah hantarkan jiwa ini menuju safana
Akulah lelaki yang berdiri di balik rembulan
Terlena akan kisah asmara sumbang yang menjadi terlarang
Menghunuskan sembilu dari rindu yang urung jua menyatu
Bukankah wajar ku dekap kerinduan?
Saat temaram sinar bawa sepenggal sketsa wajahmu
Berbaur dalam jiwa-jiwa labil yang terlena asmara
Dan aku terperangkap didalamnya
Kaulah baid doa yang hiasi goresan penaku
Risalahmu adalah kalimat terindah dalam baid – baid kata
Kau kecup jemariku, dan aku mendekap
Ah, aku berhalusinasi lagi
Tentangmu, tentang kita, tentang kisah sumbang nanterlarang
Dan menjadi asa asmara yang ingin ku lupa
Sanggupkah?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar